Selasa, 19 April 2016

TUGAS SOFTSKILL SMSTR 4 PART_2

REKLAMASI PANTAI SINGAPURA

Reklamasi pantai Singapura dilakukan sejak tahun 1962 dan direncanakan akan berakhir pada tahun 2010 mendatang. Singapura mengharapkan reklamasi pantai yang dilakukannya dapat menambah luas wilayah daratannya hingga kurang lebih 160 km². Oleh karena itu, reklamasi pantai dilakukan di hamper seluruh wilayah pantai Singapura. Bahan yang digunakan untuk reklamsi pantai adalah pasir laut yang diimpor dari negara-negara lain.
Indonesia merupakan pemasok pasir laut yang utama sejak tahun 1976. Pasir laut tersebut diperoleh dari Propinsi Riau dan Propinsi Bangka Belitung. Reklamasi pantai Singapura telah berhasil menambah luas daratnnya, yang semula pada waktu merdeka hanya 581 km² menjadi 766 km² pada tahun 2002.
Reklamasi pantai yang dilakukan Singapura tersebut berdampak pada :
1.      Penentuan batas maritim Indonesia-Singapura. Reklamasi pantai Singapura dapat menggeser batas maritim Indonesia-Singapura ke arah selatan, khususnya batas bagian timur dan barat. Pergeseran tersebut dapat terjadi karena belum selesainya penentuan batas maritim tersebut dan dimungkinkannya Singapura menggunakan titik pangkal baru dalam pengukuran batas maritimnya. Sedangkan batas bagian tengah tidak akan mengalami pergeseran karena perjanjian tentang batas negara bersifat final dan tidak dapat dirubah.
2.      Bagi Indonesia, reklamasi pantai Singapura yang menyebabkan bergesernya batas maritim kedua negara ke arah selatan akan sangat merugikan Indonesia. Pertama, reklamasi pantai Singapura akan mengakibatkan berkurangnya wilayah perairan Indonesia pada kawasan ini. Kedua, Indonesia tidak dapat lagi menjalankan kedaulatan teritorialnya di daerah yang semula miliknya tersebut.

3.      Bagi Singapura, reklamasi pantai dapat memperluas wilayahnya, baik wilayah darat, wilayah perairan dan wilayah udara yang berada di atas 92 wilayah darat dan perairan tersebut. Reklamasi pantai tersebut juga akan memperluas kedaulatan teritorial yang dijalankan Singapura atas wilayah tersebut.



CINTA DATANG TERLAMBAT


Mira saat itu duduk di bangku SMA kelas 10. Mira adalah gadis yang polos, belum pernah merasakan jatuh cinta apalagi pacaran. Bukan karena Mira tidak laku tapi memang sejak dulu orang tuanya tak mengizinkan dia untuk berpacaran dan Mira menuruti apa yang dilarang orang tuanya itu. Biasanya anak remaja senang hang out ke mall, ke toko buku, atau kemana pun dengan teman-temannya, tapi tidak dengan Mira.
Mira tak begitu suka dengan keramaian. Dia lebih betah di dalam rumah dan online di jejaring sosial. Seolah-olah dia hidup di dunia maya karena disitu dia mempunyai lebih banyak teman. Mira lebih suka berinteraksi lewat dunia maya daripada di dunia nyata. Keesokan harinya di dalam kelas saat pelajaran seni budaya Mira mendapat sms dari seseorang.

 “Selamat pagi..” isi sms tersebut.
“Nomor siapa sih ini kok gak ada namanya?”, tanda tanya di pikiran Mira. Dan kemudian Mira membalas sms tersebut.
“Selamat pagi juga, maaf ini siapa?”, Tanya si Mira.
“Aku Dani”, balas cowok itu.
“Ehmm.. Dani temen SMP ku dulu?”, sambil mengingat-ingat wajah cowok itu.
“Hehe ternyata kamu masih ingat sama aku”, balas cowok itu.
“Ya ingat dong.. Hehe darimana kamu dapat nomor HP aku?”, tanya si Mira.
“Aku minta ke Amel waktu buka puasa bersama bulan lalu.”, jawab si cowok itu.
“Oh begitu ceritanya, ngomong-ngomong ada apa kamu sms aku?”, balas si Mira.
“Cuma ingin silaturahmi aja sama kamu, gapapa kan?”, balas si cowok tersebut.
“gapapa kok, tapi maaf kita lanjutin nanti aja ya ngobrolnya soalnya lagi pelajaran nih”, jelas si Mira yang mencoba memberi pengertian kepada Dani.
“Baiklah.. maaf ya kalau aku udah ganggu kamu”, balas si Dani yang mengerti maksud kata Mira. Percakapan singkat via sms tersebut harus ditunda sementara.

Perasaan Mira campur aduk antara bingung, heran, dan kaget mengapa Dani tiba-tiba mengirim sms padanya. Padahal ketika masih duduk di bangku SMP, mereka tidak begitu akrab bahkan mereka jarang berkomunikasi secara langsung. Maklum saja, selama ini Mira belum punya teman dekat cowok, bahkan satu pun tidak ada mungkin itu yang membuat Mira merasa canggung dan minder jika berbicara dengan teman cowoknya.
Tapi semua berubah semenjak Dani datang ke kehidupan Mira. Mira mulai membuka dirinya untuk mencoba berinteraksi dengan cowok dan Dani adalah orang pertama yang mampu merubah pemikiran Mira. Ternyata komunikasi antara Mira dan Dani masih terus berlanjut lewat via sms. Keduanya mulai merasa nyaman dan tidak canggung lagi.
“Eh Mir kenapa kok cuacanya mendung ya ?”kata Dani.
“Oh iya nih tiba-tiba kok mendung” jawab Mira sambil melihat ke arah luar jendela.
“ya jelas aja sih kalau mendung, soalnya mataharinya bersembunyi di balik mata kamu hehe”, balas Dani yang mencoba menggombali Mira.
“Hihihi..dasar nih anak kerjaannya gombal mulu”, Mira tersipu malu membaca sms itu.
“Hehe.. gombal dikit lah biar nggak serius-serius amat”, balas Dani.

Semakin hari hubungan Mira dan Dani semakin akrab hingga mereka memutuskan untuk mengikat tali persahabatan. Mereka saling melengkapi satu sama lain. Hari-hari mereka terasa begitu indah dan bewarna dengan canda tawa yang tercipta. Mira mulai berubah. Dia bukan Mira yang tertutup pada cowok, sekarang teman cowoknya mulai banyak. Dan dia yang sebelumnya tak suka keramaian ataupun hang out dengan temannya, sekarang berbalik 180 derajat.
Akhirnya Mira menjadi remaja layak pada umumnya. Persahabatan Mira dan Dani masih terjalin hingga mereka menginjak kelas 12. Suatu ketika Mira dan Dani sedang duduk di taman favorit mereka, tempat dimana biasanya mereka bertemu, mengobrol, dan bergurau.
“Eh Mir aku mau curhat nih”, kata Dani.
“Kamu lagi ada masalah? Masalah apa? Ayo cerita aja aku siap kok dengerin”, jelas Mira dengan rasa penasaran.
“Ehm.. bukan masalah kok, aku Cuma lagi naksir aja sama seorang cewek. Dia adik kelasku di sekolah. Anaknya tuh cantik, ramah, dan semyumnya manis banget”, kata Dani sambil membayangkan wajah gadis itu.
Seketika itu Mira langsung terdiam melamun dan entah kenapa dia merasa sedih setelah mendengar jika Dani jatuh hati pada seorang cewek.
“Mir.. Mira.. helloo.. kamu kok diam sih”, Dani menepuk pundak Mira dan mengacaukan lamunannya.
“Eh iya maaf, kamu tadi bilang apa? Kamu suka sama cewek? Hahaha aku gak percaya kalau kamu bisa jatuh cinta sama cewek”, kata Mira yang mencoba menggoda Dani.
“Eh jangan salah ya, gini-gini aku juga punya hati dan perasaan dong. Iya kalau kamuu.. Ehhhh..peace ! hahaha”, cela Dani pada Mira.
“Sialan kamu ( dengan muka cemberut). Oh iya terus kamu udah nyatain perasaan kamu ke dia?”, nada bicara Mira mulai serius.
“Ehm.. belum sih tapi secepatnya aku bakal nembak dia. Do’ain aku ya semoga dia menerima cintaku”, jelas Dani dengan antusias.
“oh..pasti dong. kalau sahabatku bahagia, aku juga bahagia”, senyum Mira agak terpaksa.

Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing. Ada yang mengganjal di hati Mira semenjak tadi, seperti ada jarum yang menusuk-nusuk hatinya. Ketika sang purnama menampakkan diri, bintang-bintang gemerlap di langit gelap, Mira duduk termenung di teras rumahnya sambil memandangi fotonya dan Dani. Mira bertanya-tanya pada dirinya sendiri, ada yang berbeda dengan perasaannya. Sebelumnya dia tak merasakan segelisah itu.
“Tuhan apa arti dari rasaku ini? Rasa ini seperti lebih dari sekedar sahabat. Tapi aku tak mungkin merusak persahabatanku dengan dia hanya karna rasaku ini. Biarlah aku mencintainya dalam diam”, ujar Mira pada dirinya sendiri. Dan akhirnya Mira memutuskan untuk memendam perasaannya itu. Kemudian HP Mira tiba-tiba berbunyi, ternyata itu telepon dari Dani.

“Haduh dia telepon.. kenapa perasaanku jadi gugup gini. Angkat nggak ya? Angkat aja deh. Haloo??” , Mira jadi salah tingkah ketika Dani menelponnya.
“Haloo Mira.. aku mau Tanya nih, boleh nggak?”, ujar Dani.
“iy..yaa…boleh. mau Tanya apa?”, jawab Mira dengan nada bicara yang agak terbata-bata.

“Rencananya besok aku mau nembak dia. Aku mau ngasih surprise. Kamu kan cewek, kira-kira cewek itu suka apa sih?”, Tanya Dani dengan semangatnya.
Tiba-tiba Mira terdiam sejenak dan melamun.
“Halooo.. Mira?? Kok malah diam sih. Aku lagi nanya nih”, kata Dani yang mengagetkan Mira.
“Oh iya maaf, ehmm.. coba kamu kasih bunga mawar. Cewek pasti suka dikasih bunga”, jawab Mira.
“Oh gitu ya, yaudah makasih atas sarannya. Kamu memang sahabatku yang the best deh. Kamu bakal jadi orang pertama yang aku kasih tau kalau dia menerima cintaku”, ujar Dani dengan sumeringah.
“iya iya.. udah ya aku ngantuk nih mau tidur”, jawab Mira yang mencari alasan untuk mengakhiri percakapan mereka.
“Good night Mira, semoga mimpi indah”, ucap Dani sambil tersenyum.
“Good night too”, jawab Mira. Tutt Tutt Tutt
Keesokan harinya, Mira dan Dani bertemu di taman favorit mereka sepulang sekolah. Dani ingin mengatakan kabar gembira pada Mira.
“Aku bahagia banget Mir, ternyata dia menerima cintaku. Akhirnya aku dan dia resmi pacaran. Dia juga suka sama surprise yang aku kasih. Makasih ya atas saran kamu kemarin”, jelas Dani yang tampak sangat bahagia.
“Benarkah? Selamat ya! Kalo kamu bahagia, aku juga bahagia”, ucap Mira sambil tersenyum melihat Dani yang tak pernah sebahagia itu sebelumnya.
“Oh iya, masak nggak ada sih cowok yang kamu taksir? Cerita dong sama aku. Entar gantian deh aku bantuin kamu”, Tanya Dani yang penasaran.
“Ada tapi sayangnya dia baru aja jadian sama cewek lain”, ujar Mira dengan nada kecewa.
“Ya ampun sayang banget sih, tapi tenang aja masih banyak kok cowok lain yang akan mencintai kamu dengan tulus”, kata Dani yang mencoba menghibur Mira tetapi ia tak sadar kalau cowok yang dimaksud Mira adalah dirinya.
Hari pun telah berganti esok. Tetapi hari itu Mira tak terlihat sehat, wajahnya tampak pucat. Meskipun begitu ia tetap memaksakan diri untuk masuk sekolah karena dia tidak mau ketinggalan pelajaran di sekolahnya. Mira adalah murid yang pintar. Ia selalu menjadi juara kelas. Mira tidak pernah absen dan selalu mengerjakan tugas dengan tepat waktu. Saat itu adalah jam istirahat. Tapi Mira memilih tetap didalam kelas ditemani sahabat baiknya, Clara.
“Kamu lagi sakit? Kok wajah kamu kelihatan pucat?”, Tanya Clara.
“Aku gapapa kok, kamu jangan khawatir”, jawab Mira dengan nada yang pelan.
“Kamu yakin gapapa?”, Clara mencoba memastikan kembali keadaan Mira.
“Iya Clara, beneran deh gapapa”, jawab Mira sambil tersenyum seolah semuanya baik-baik saja.
“Oh iya Mir, gimana perasaan kamu pada Dani? Apakah kamu tak ingin mengatakannya?”, Tanya Clara. Clara adalah satu-satunya orang yang tau tentang perasaan Mira pada Dani.
“Sepertinya tak mungkin. Aku nggak mau persahabatanku dengannya hancur hanya karena aku egois mementingkan perasaanku. Biarkan dia bahagia bersama orang yang dia cintai”, tegas Mira.
“Apa salahnya? Setidaknya dia harus tau tentang perasaanmu meskipun kamu nggak bisa memilikinya”, ujar Clara yang mencoba meyakinkan Mira.
“Tidak Clara, karena bagiku persahabatan diatas segalanya. Mempertahankannya tak semudah menghancurkannya”, tegas Mira untuk kesekian kalinya.
“Yaudah kalau itu mau kamu, aku bisa memahaminya”, tersenyum menatap Mira.
Ujian kelulusan mereka telah dekat, dan hal tersebut menentukan siswa untuk bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Dani bercita-cita untuk kuliah di luar negeri dan menjadi sarjana kedokteran. Maka dari itu Dani sangat bersemangat untuk mempersiapkan ujiannya agar ia lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Setiap hari Dani belajar bersama dengan Mira.
Sebenarnya Dani bukan termasuk siswa yang pintar tapi berkat kemauannya yang keras, usaha dan do’a yang tak henti, serta Mira yang membantunya dalam belajar, semuanya bisa ia capai. Akhirnya tiba pengumuman kelulusan dan ternyata hasilnya sangat memuaskan. Dani lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Dan dia tak sabar memberi tahu Mira kabar membanggakan itu. Tak lama kemudian Dani mengajak Mira bertemu di Taman. Mira sudah menunggu Dani dibangku taman.
“Miraa..!”, teriak Dani dengan antusias dan langsung memeluk Mira.
“Gimana hasilnya?”, Tanya Mira yang penasaran.
“A..ku lulus Mir, bahkan aku lulus dengan nilai terbaik di sekolahku. Makasih ya Mir, selama ini kamu udah banyak bantuin aku”, Dani tersenyum bahagia menceritakan kepada Mira.
“Wah.. selamat ! aku bangga sama kamu. Ini semua berkat usahamu sendiri kok”, jawab Mira yang ikut bahagia.
“Tapi besok aku harus berangkat ke New York untuk melanjutkan kuliahku disana”, ujar Dani. Wajahnya berubah jadi sedih.
“Bagus dong. Kamu harus janji sama aku ya. Ketika kamu pulang ke Indonesia, kamu harus membawa gelar sarjana doktermu. Kamu harus jadi orang sukses. Dan Aku ingin kamu mengabdikan dirimu untuk orang-orang sakit yang membutuhkan pertolonganmu”, pinta Mira kepada Dani.
“Pasti Mir, pasti. Aku janji sama kamu akan pulang dengan sarjana dokterku. Dan aku janji, kamu adalah orang pertama yang akan aku temui”, ucap janji Dani kepada Mira.
Karena Dani tidak mau menjalin hubungan jarak jauh maka dari itu dia memilih untuk putus dengan pacarnya. Dan hari itu Dani akan berangkat ke New York. Tapi entah kenapa Mira tidak ikut mengantarkannya ke bandara. Padahal Dani ingin bertemu Mira sebelum pesawatnya boarding. Tetapi Mira tidak akan datang. Dani merasa agak kecewa karena sahabatnya tidak mengucapkan selamat jalan untuknya.
Tahun demi tahun berganti, dan 5 tahun berlalu begitu cepat. Akhirnya Dani berhasil menyelesaikan studinya di New York dan ia lulus sarjana dengan gelar dokter. Dani sangat bahagia karena ia akan segera pulang ke Indonesia dan tak sabar ingin melepas rindu kepada sahabat terbaiknya Mira. Kemudian pesawat Dani tiba di bandara dan seperti janjinya, Mira adalah orang pertama yang akan ia temui. Akhirnya ia sampai di rumah Mira.
“Tok..Tok..Tok..”, Dani mengetuk pintu rumah Mira.
“Eh nak Dani, kapan kamu pulang dari New York?”, Tanya mama Mira.
“Apa ini tante?”, Tanya Dani yang bingung kenapa mama Mira memberinya sebuah buku diary. Lalu Dani pun membacanya dengan seksama tiap halaman buku diary itu.
“Jadi selama ini Mira mencintai saya tapi dia tak berani mengatakannya? Berarti cowok yang ditaksir Mira waktu itu adalah saya?”, Tanya Dani yang tak menyangka setelah membaca isi diary itu.
“Iya nak Dani. Mira tak mau menghancurkan persahabatan kalian. Maka dari itu dia memilih untuk memendam perasaannya kepada nak Dani”, jelas mama Mira dengan air mata yang menetes di pipinya.
“Ya Tuhan.. kenapa aku bodoh sekali ! kenapa dulu aku tidak menyadari maksud perkataan Mira. Sekarang aku yakin kalau Mira adalah cinta sejatiku. Aku tidak mau menyia-nyiakannya lagi. Sekarang Mira dimana tante?”, Tanya Dani yang ingin segera mengatakan pada Mira bahwa ia juga mencintainya.
“Ayo ikut tante. Tante akan mengantarkanmu bertemu Mira”, ajak mama Mira. Dan beberapa saat kemudian mama Mira dan Dani tiba di suatu tempat.
“Loh tante ngapain ngajak saya kesini? Saya kan mau ketemu Mira”, Tanya Dani yang kebingungan.
“Ini kuburan Mira”, jawab mama Mira. Air mata mama Mira seketika pecah.
“Apa tante? Jadi Mira sudah meninggal?”, hati Dani langsung hancur ketika membaca nisan yang bertuliskan nama Mira.

“Iya nak Dani. 6 tahun yang lalu Mira menderita kanker. Tapi dia menyembunyikannya dari tante,mungkin kamu juga”, jelas mama Mira yang tak henti menangis.
“Maafkan aku Mira ! aku emang bodoh bodoh bodoh! aku tak sadar kalau kamu mencintaiku. Seperti janjiku, aku telah pulang membawa gelar dokterku. Ini semua untuk kamu Mir. Aku janji akan memenuhi permintaan terakhirmu. Aku akan mengabdikan diriku untuk orang-orang yang membutuhkan pertolonganku”, janji Dani dan terus menyalahkan dirinya sendiri.
Dan pada akhirnya Dani menyadari bahwa orang yang dicintai Mira adalah dirinya sendiri. Tetapi semua terlambat. Seberapa keras ia menyalahkan dirinya, semua takkan kembali. Bukan Mira yang ia temui melainkan nisan yang bertuliskan nama Mira. Dani tak pernah menyangka jika hari itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Mira. Mira telah pergi untuk selamanya dengan membawa cinta yang belum sempat ia katakan pada Dani.


KEAMANAN NEGARA

Perspektif tentang Negara adalah konsepsi abstrak mengenai nation-state, yang sosoknya diwakili oleh Pemerintah, sementara perspektif tentang Nasional lebih merujuk pada entitas fisik kewilayahan atau batas-batas teritorial suatu nation-state. Oleh karena itu, keamanan negara merujuk pada pemeliharaan dan kelangsungan kehidupan nation-state, yang dapat diukur dari parameter-parameter survivalitas Pemerintah, dalam pengertian sebagai sosok atau wujud kongkret Negara. Pemerintah dimaknakan bukan sebagai rejim pemerintahan. Pemerintahan atau rejim pemerintahan dapat, bahkan harus, berganti-ganti, tetapi Pemerintah sebagai representasi Negara tidak dapat dan tidak boleh berubah-ubah.
Pertanyaan yang muncul kemudian, siapakah yang ”berwenang” memelihara dan menjaga survivalitas itu? Sekalipun banyak institusi pemerintahan yang ”dibebani” (imbued) dengan kewenangan dan tugas seperti itu, fokus perhatian harus ditujukan pada dua institusi terpenting dalam domain ini, yaitu TNI dan Polri. Kedua institusi ini memang dibentuk untuk itu. Salah satu alasannya adalah, militer dan polisi diberi kewenangan untuk menggunakan kekerasan dan senjata. Kewenangan tersebut dijabarkan ke dalam sejumlah parameter guna mengukur derajat kinerja masing-masing.
Bagi Polri, rumusan umum yang diterima adalah terciptanya keamanan dan rasa aman masyarakat. Keduanya konsep ini dioperasionalkan lagi ke dalam sejumlah indikator seperti perlindungan bagi keselamatan nyawa dan harta benda masyarakat. Sebaliknya, tentara bertugas menjaga dan memelihara keutuhan nation-state dalam pengertian fisik teritorial.
Di antara keduanya lah masih terbentang perbedaan tafsir atas apa yang umum disebut sebagai ”wilayah abu-abu” (grey area). Harus ditegaskan di sini, bahwa ”wilayah abu-abu” bagi polisi lebih menyangkut pada protap mekanisme pengambilan keputusan, prosedur operasi gabungan (seperti dalam hal BKO), dan rincian lain yang landasan kewenangannya sudah jelas. Tetapi, sejarah peradaban yang menyangkut Negara dan Pemerintah sebagai representasinya, secara tegas dan formal telah memisahkan kedua institusi tersebut sebagai institusi militer dan institusi sipil. TNI adalah institusi militer, dan Polri adalah institusi sipil.
Derivasi lebih lanjut dari status, fungsi dan peran tersebut bersifat kompleks dan bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Salah satu contoh kecil adalah perbedaan tugas untuk membunuh bagi militer dan melumpuhkanbagi polisi. Tafsir atas peran ini masih beragam, sebagaimana tampak pada perdebatan mengenai Protap Dalmas yang disusun Polri.
Ø Pembidangan dan Kapasitas Institusional
Dengan perbedaan status, fungsi dan peran tersebut, Polri merumuskan peran dirinya sebagai ”melindungi, mengayomi, dan melayani.” Dikaitkan dengan konsep-konsep dan perspektif di atas, maka dirumuskan lah bidang-bidang tugas ke dalam ”pemeliharaan keamanan dan ketertiban” (order maintenance), ”pencegahan kejahatan” (crime prevention), dan penegakan hukum (law enforcement). Pembagian bidang, atau bahkan domain ini membawa konsekuensi keluasan rentang peran dan tugas Polri, sehingga seringkali menimbulkan pertanyaan mengenai kapasitas institusional untuk menjalankannya.
Di sisi lain, luasnya cakupan kewenangan dan bidang tugas itulah yang melandasi status institusional Polri. Muncul berbagai tekanan supaya Polri merumuskan dan memilih domain yang lebih spesifik, seperti order maintenance atau law enforcement saja. Jika pilihan pertama yang diambil, maka (dalam perspektif ini) Polri secara struktural harus ditempatkan di bawah Departemen Dalam Negeri. Jika pilihan kedua yang dilakukan, maka Polri harus berada di bawah Departemen Kehakiman (dan Perundang-undangan, atau Hukum dan HAM—sesuai dengan perubahan nama dan nomenklatur institusi pemerintahan sipil).
Sekalipun perspektif ini mengikuti paham universal, konteks dan lingkungan strategis nasional Indonesia dipandang dan dipercaya masih belum kondusif, setidaknya untuk masa 4-6 periode pemerintahan mendatang, atau 20 hingga 30 tahun mendatang. Segmentasi dan pengurangan peran untuk memelihara survivalitas Negara dan Pemerintah sebagai representasi Negara, hanya akan menurunkan kapasitas survival Negara itu sendiri. Keyakinan ini tentu berbeda dengan apa yang terjadi pada militer (TNI) karena persepsi yang berbeda atas fungsi dan peran militer serta karena rumusan mengenai jenis ancaman yang berbeda pula.
Perkembangan empirik pemerintahan, khususnya dengan penerapan Otonomi Daerah, menunjukkan kecenderungan penguatan institusi Pemerintah Daerah dalam hal order maintenance. Penampakan kongkret adalah membesarnya Dinas-dinas Keamanan dan Ketertiban (Tramtib) di seluruh Pemda di Indonesia. Tetapi, harus dicatat bahwa tugas-tugas pemeliharaan yang dilakukan oleh institusi semacam Tramtib juga menyangkut persoalan hukum, dan terutama keabsahan dalam menggunakan kekerasan sebagai instrumen pemaksa. Kewenangan seperti itu adalah kewenangan polisional.
Pertimbangan-pertimbangan itulah (sekalipun tidak dirumuskan secara eksplisit) yang justru melandasi luasnya cakupan kewenangan Polri. Pernyataan yang kemudian muncul, apakah struktur, postur, dan kultur Polri memadai untuk mengemban fungsi, peran, dan tugas-tugas tersebut? Jawaban atas pertanyaan ini bisa positif, bisa pula negatif, tergantung dari perspektif melihatnya. Sebagai contoh, standar ideal menurut PBB bagi polisi dibandingkan dengan populasi yang dilayani adalah 1:400.
Angka ini baru didekati oleh Polda Bali, sementara masih banyak Polda lain yang perbandingannya di atas 1:1000. Ini saja belum memperhitungkan faktor geografis; jika ratio sudah ideal pun tetapi secara geografis mencakup wilayah yang sangat luas, ratio tersebut kurang bermakna tanpa dukungan infrastruktur sarana dan prasarana tugas yang memadai.
Salah satu langkah yang ditempuh oleh Polri kemudian adalah ”validasi” organisasi, yang dilakukan hampir secara terus-menerus, demi mengantisipasi perkembangan dan tantangan tugas tersebut. Selain itu, Polri secara konsisten juga melakukan desentralisasi kewenangan, mulai dari penguatan prinsip diskresi pada domain gakkum, sebagaimana semakin terlihat dalam proses-proses penyelidikan (lidik) dan penyidikan (sidik) pada domain dan tahap gakkum, hingga desentralisasi kewenangan institusional.
(Yang paling terasa secara eksternal adalah ”desentralisasi proyek-proyek Polri” hingga ke tingkat Polres; tetapi, sesungguhnya secara internal dan struktural, lebih signifikan pada Orsatwil dan fungsi-fungsi di dalamnya—”atasan” dalam suatu fungsi hanya sebagai pembina fungsi Orsatwil di bawahnya).
Tetapi, itu semua tidak cukup, karena masih dibutuhkan kuantitas dan kualitas personel yang memadai. Semuanya memerlukan dukungan dana yang cukup, sementara pemerintah masih sangat kekurangan dana-dana pembangunan. Di sinilah masih terbuka ruang diskusi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar